Entri Populer

Sabtu, 28 Maret 2015

Ternyata, Purwakarta Lebih Maju dari Jakarta

DKI Jakarta bukan daerah pertama di Indonesia yang memberlakukan lima hari sekolah. Sebelum DKI Jakarta, Kabupaten Purwakarta, misalnya, lebih dahulu sukses memberlakukan lima hari sekolah dari Senin hingga Jumat. Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi menyayangkan Pemprov DKI Jakarta, terutama Wakil Gubernur Basuki Tjahja Purnama alias Ahok yang membuat seolah Jakarta adalah kota pertama yang peduli dengan jam belajar siswa. Menurut Dedi program lima hari sekolah bukan orisinil milik Jakarta. Di beberapa daerah kebijakan itu sudah dilakukan tanpa membuat kehebohan seperti yang dilakukan Ahok. “Untuk program lima hari sekolah, Purwakarta jauh lebih dulu dibanding DKI Jakarta. Lima tahun lalu kami sudah menetapkan program tersebut, dan berjalan dengan baik," jelas Dedi menyikapi pernyataan Ahok tersebut, Kamis (14/8) malam. Dedi meminta Ahok melihat praktik pemerintahan dan keberhasilan daerah secara langsung. “Mungkin daerah tidak terakomodir media nasional di Jakarta sehingga hanya Jakarta yang dianggap berhasil sebagai indikator program pembangunan sebuah daerah. Saya mengajak Pak Ahok untuk melihat langsung Purwakarta saat ini,” jelas Dedi. Bukan hanya untuk urusan lima hari sekolah. untuk urusan pekerja sosial pun Purwakarta lebih maju dibandingkan Jakarta. Pekerja sosial di Purwakarta, contohnya, sudah memiliki asuransi sejak empat tahun lalu. “Daerah mana yang memberikan gaji serta asuransi bagi pekerja sosial seperti RT, RW, lebe, guru ngaji, paraji beserta sejumlah pekerja sosial lainnya,” terang Dedi. Dirinya menyarankan, sebagai tokoh yang akan menduduki kursi Gubernur DKI Jakarta, Ahok harusnya bersinergi dengan sejumlah daerah, terkait program yang bisa dijalankan di DKI Jakarta. “Bukan menyampingkan daerah-daerah yang selama ini programnya bagus dan baik, namun hanya karena tidak bisa diakses media nasional, maka dianggap daerah itu tidak punya program pembangunan yang bagus untuk masyarakatnya,” pungkas Dedi.

Minggu, 25 Januari 2015

PURWAKARTA ‘’Kabupaten kecil yang memiliki harapan besar”

Sob, kalian tentu ingat, Purwakarta masa kita saat SD sampai saat ini. Purwakarta telah banyak perubahan, dan perubahan itu, dilandasi dengan keyakinan dan spirit pemimpin dengan rakyatnya. Kalau ngehayal tingkat tinggi sih ya… gaboleh! Tapi kalau BERHARAP TINGGI UNTUK PERUBAHAN bari itu boleh! Lah, saat Kabupaten Purwakarta dipimpin oleh Bupati Dedi Mulyadi, Purwakarta jauh lebih indah, bersih, nyaman, elok, dam hidup. Dan kalau kalian mau tahu, Purwakarta sekarang jadi tujuan wisata yang jadi andalan di Jawa Barat! Waw! Bangga deh jadi orang Purwakarta! Coba deh rasain, bermalam di Purwakarta semalam, bagaikan kita disuguhkan pemandangan yang menarik dan indah, laksana kota yang memiliki ciri khas! Purwakarta walaupun kabupaten terkecil di Jawa Barat, setelah Pangandaran, ternyata memiliki daya tarik tersendiri! Lalu apa harapan besarnya itu? Yaitu, menjadikan kabupaten Purwakarta yang Istimewa Jaya Di Buana! Apa itu? Purwakarta yang mengistimewakan masyarakatnya, dan siap melangkah di Dunia! Aminn ya rabbal alamiin..

Rabu, 21 Januari 2015

Dedi MULYADI: Selasa-Rabu Pakai Kampret!

PURWAKARTA, RAKA - Enggan disebut meniru gaya Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo, Bupati Purwakarta tahun 2013 ini mengintruksikan para PNS (Pegawai Negeri Sipil), dan pelajar menggunakan baju daerah dua kali dalam seminggu, Selasa dan Rabu. "Sudah, mulai sekarang kampretnya dipakai dua kali seminggu. Selasa dan Rabu," kata Dedi Mulyadi kepada para Kepala OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di Pendopo Purwakarta, baru-baru ini. Dedi juga meminta para kepala dinas tersebut agar mensosialisasikan kebijakan baru tersebut kepara para pegawai lain. Sebelumnya, penggunaan baju pangsi dan kebaya tersebut hanya diwajibkan pada hari Rabu saja. Namun, belakangan di Jakarta, Jokowi pun ternyata mengeluarkan kebijakan serupa yakni dengan mewajibkan PNS pakai baju adat Betawi pada hari Rabu. "(Dibanding Jokowi) kita yang lebih dulu mengharuskan PNS pakai baju adat setiap hari Rabu. Kan di Purwakarta sudah hampir satu tahun. Laki-laki pakai pangsi hitam, perempuan pakai kebaya putih," lanjut Dedi. Bedanya lagi, sambung Dedi, di Jakarta penggunaan baju adat tersebut baru diberlakukan di kalangan pegawai kantor DKI, belum menjamah hingga ke tingkat sekolah. Sementara di Purwakarta, tidak hanya para PNS, para siswa pun dianjurkan mengenakan baju "kampret". Bahkan, demi mensukseskan kebijakan tersebut, Pemkab bertekad hendak mengalokasikan anggaran untuk biaya penggantian baju kampret, bagi masing-masing siswa. Selebihnya, menjadikan hari Rabu sebagai hari daerah. Dimana, pada hari tersebut selain dianjurkan menggunakan bahasa daerah (sunda), pelajaran di tiap sekolah pun diarahkan kepada mata pelajaran kedaerahan

PURWAKARTA?? Surganya pariwisata alam..

Purwakarta merupakan suatu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Barat. Banyak orang yang menganggap bahwa Purwakarta merupakan suatu daerah yang hanya dapat digunakan sebagai tempat untuk istirahat atau transit selama perjalanan Jakarta ke Bandung atau sebaliknya. Mungkin hal ini karena kurang begitu populernya tempat wisata yang ada di Purwakarta, sehingga banyak wisatawan yang justru tidak tahu mengenai tempat yang sebenarnya menarik tersebut. Untuk itu, memang sebaiknya anda sebagai wisatawan juga harus jeli untuk mencari tahu tempat wisata di Purwakarta karena pada dasarnya di daerah tersebut memiliki potensi wisata yang cukup menarik. Dalam merencanakan suatu liburan, tujuan wisata merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, sebelumnya anda harus paham dulu gambaran mengenai tempat wisata tersebut sehingga anda tidak akan merasa kecewa. Hal ini dapat anda lakukan dengan terlebih dahulu browsing di internet atau menanyakan pada rekan anda yang pernah mengunjungi tempat tersebut. Nah, bagi anda yang ingin merencanakan luburan, coba simak uraian di bawah ini mengenai beberapa tempat wisata di Purwakarta yang menarik untuk anda kunjungi. Jika anda tertarik, berikut uraian singkatnya. 1. Waduk Jatiluhur Mancing di Waduk Jatiluhur Purwakarta Waduk Jatiluhur memang salah satu obyek wisata di Purwakarta yang sudah sangat populer. Tempat wisata ini terletak di kecamatan Jatiluhur tepatnya berada sekitar 9 km dari kota Purwakarta. Kawasan wisata ini merupakan muara dari aliran sungai Citarum yang memiliki luas hingga 8.300 hektar. Saat ini danau dimanfaatkan untuk irigasi, air minum dan juga budidaya perikanan. Namun, di tempat ini pun tersedia banyak fasilitas bagi pengunjung seperti bungalow, restauran, hotel, lapangan tenis, perkemahan, sarana rekreasi dan juga beberapa macam olahraga air. Anda sebagai wisatawan pun dapat mengitari danau dengan menyewa perahu. 2. Situ Wanayasa Situ Wanayasa Purwakarta Untuk tempat wisata yang kedua ini terletak di kecamatan Winayasa tepatnya berada 23 km dari kota Purwakarta. Tempat wisata ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh wisatwan. Hal ini mungkin karena secara transportasi memang mudah diakses, terbukti dengan letak obyek wisata ini berada di tepi jalan raya. Situ dengan luas 8 km2 ini dapat anda kelilingi dengan menyewa perahu yang telah disediakan di tempat wisata ini. Anda pun tak perlu bingung untuk mencari tempat makan, karena banyak restaurant yang ada di sekitar tempat wisata ini. Nah, bagi anda para wisatawan jangan lupa untuk mencicipi sate maranggi yang merupakan makanan khas kota Purwakarta. 3. Situ Buleud Situ Buleud Purwakarta Tempat wisata ini berada di area seluas 4 hektar di Desa Nagri Kaler, Kecamatan Purwakarta. Menurut sejarah dulu kolam bundar ini merupakan tempat mandi badak ketika Purwakarta masih berupa hutan belantara. Kemudian tempat ini dimanfaatkan para kolonial Belanda sebagai tempat peristirahatan. Namun, saat ini justru tempat ini menjadi tempat rekreasi dan juga tempat olahraga favorit masyarakat sekitar, serta menjadi paru-paru kota Purwakarta. 4. Waduk Cirata Waduk Cirata Purwakarta Selain Waduk jatiluhur yang terkenal, di Purwakarta juga ada lagi waduk Cirata yang bisa anda jadikan tujuan wisata berikutnya. Waduk ini berlokasi di kecamatan Plered atau sekitar 15 km dari Kota Purwakarta. Perlu anda ketahui bahwa di waduk ini terdapat PLTA yang diklaim merupakan PLTA terbesar se-Asia Tenggara. Selain anda bisa menikmati pemandangan indah di sekitar waduk, anda juga mencicipi kuliner khas di tempat ini yaitu peuyeum atau singkong yang difermentasi. 5. Sentra Pembuatan Keramik Plered Satu lagi obyek wisata yang bisa anda kunjungi di kecamatan Plered adalah Sentra Pembuatan Keramik Plered. Sentra ini terletak di Desa Anjun, Kecamatan Plered atau sekitar 13 Km dari pusat kota Purwakarta. Di sini anda bisa membeli berbagai macam kerajinan yang terbuat dari keramik seperti gerabah, porselain, ataupun terakota. Dan perlu anda ketahui bahwa kerajinan keramik yang dihasilkan di Sentra ini sudah diekspor sampai mancanegara. Itulah beberapa tempat wisata di Purwakarta yang dapat saya berikan untuk anda. Jangan menganggap remeh kota Purwakarta, karena sebenarnya kota ini pun memiliki potensi wisata yang layak untuk dikunjungi. Semoga informasi dari saya ini bermanfaat bagi anda.

Purwakarta Punya Air Mancur "Wing of Time"

PURWAKARTA - Ribuan orang memadati areal taman Situ Buleud di jantung kota Purwakarta. Di area seluas 2 hektare ini mereka berjubel memenuhi setiap pinggiran danau untuk menyaksikan peresmian air mancur “Wing of Time“ di taman Sri Baduga Situ Buleud. Air mancur yang didesain persis dengan Wing Of Time di Singapura ini memang memenuhi setiap pinggiran danau. Tak hanya itu, di bagian utara hingga selatan juga disambungkan oleh air mancur. Sementara tepat di tengah danau yang terdapat tugu bunga melati, juga dipenuhi air mancur. Acara diawali dengan upacara jurung 4 Kereta Kencana di Pendopo Purwakarta menuju lokasi di Taman Sri Baduga yang berjarak 1km. Bupati purwakarta, Dedi Mulyadi, memimpin upacara jurung kereta kencana ini. Semacam upacara mengarak 4 buah kereta kencana, Nyi Malati, Ki Jaga Rasa, Ki Sunda dan Kereta Gerobak Sapi hasil pertanian. Bupati Dedi mengatakan, Taman Sri Baduga ini tak lepas dari sejarah pembentukan Kabupaten Purwakarta. Konon, situ buleud adalah tempat pemandian badak-badak liar yang terdapat dalam mimpinya Dalem Sholawat, Bupati Pertama Purwakarta semenjak berpisah dengan kabupaten Karawang. "Jadi ini hasil tirakatnya bupati purwakarta pertama yang ingin memindahkan ibu kota Purwakarta ke sini (Sindangkasih). Jadi tempat ini harus terus kami rawat sebagai bagian sejarah purwakarta" tegas Dedi. Dedi tak menampik jika penataan Situ Buleud menjadi taman Sri Baduga juga bagian promosi wisata purwakarta. Menurutnya, pembangunan situ buleud dengan air mancur ini baru tahap pertama. Masih ada tahap berikutnya sehingga taman kota ini kedepan benar-benar menjadi kebanggaan dan ikon kota purwakarta yang patut diapresiasi.

Senin, 19 Januari 2015

Nyentriknya Bupati Purwakarta

TERIK matahari siang itu menyengat tajam. Jarum jam menunjukkan pukul 11.30 WIB menandakan cerah cuaca tengah di titik klimaks. Namun, embusan angin sepoi menjadi penanding sejuknya suasana. Ya, itulah kondisi Kabupaten Purwakarta, Rabu 24 September kemarin. Suasana panas seketika berubah saat memasuki Jalan Gandanegara Nomor 25. Rimbunnya pepohonan besar mampu menangkal sinar mentari yang tengah unjuk diri. Selain sejuk, kondisi di tempat tersebut sangat bersih, nyaris tak ada sampah yang berserak di jalanan. Dua personel Satpol PP yang menjaga gerbang, tak mengizinkan mobil memasuki halaman luas tersebut. Dan memang, tak nampak satu pun mobil di kompleks perkantoran itu. Seluruh kendaraan terlihat parkir berderet di luar kantor. Tak berselang lama, Okezone ditemani Sapol PP tadi menuju sebuah rumah besar yang di luarnya terdapat sejumlah pria berbaju pangsi (pakaian khas sunda) warna hitam, lengkap dengan ikat kepala dan tanpa beralas kaki di teras pendopo yang bersih tadi. Mereka bukanlah jawara bukan pula preman sewaan, melainkan para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas menjadi protokol Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi. “Selamat datang, mari masuk Pak Bupati sudah ada dalam,” ujar seorang protokoler sambil mengumbar senyum. Tak disangka, rumah yang nampak tua dari luar ternyata berbanding jauh dengan kondisi dalamnya yang sangat indah, sejuk, modern, tanpa dipenuhi barang mahal tapi tetap elegan. Warna putih dan hitam sangat mendominasi ruangan ini. Hampir di setiap dinding terdapat lukisan berukuran besar yang sarat nilai seni. Seperti lukisan Ratu Pantai Selatan, lukisan harimau putih, lukisan Presiden Soekarno, dan lukisan Garuda Pancasila. Sejumlah piala dan penghargaan pun nampak berderet di sebuah sudut dekat pintu. Yang menjadi berbeda dengan ruang kerja kepala daerah lainnya, tidak satu pun di ruangan ini yang mengenakan alas kaki alias nyeker di atas karpet tebal berwarna hitam putih. Semua sepatu dan sandal harus ditanggalkan di teras depan. Sekira lima menit duduk di kursi jati yang berbaris membentuk lingkaran, terbukalah pintu warna putih berukuran tinggi dari salah satu ruangan, dan munculah seorang lelaki perawakan sedang dengan mengenakan pakaian pangsi dan ikat kepala warna putih. Sambil memegang gadget tablet, pria berkumis tipis ini langsung mengumbar senyum dan mengajak masuk ruangan. Ya, dialah Dedi Mulyadi si Bupati nyentrik dari Bumi Purwakarta. “Nyasar teu kadieu? Saya oge karek nepi kantor ti isuk nguliling kaditu kadieu (nyasar tidak ke sini? Saya juga baru sampai kantor dari pagi keliling ke sana kemari),” kata Dedi dengan logat Sunda yang sangat kental. Sesekali, Dedi membuka tabletnya untuk membalas Twitter dari followernya. “Alhamdulillah lewat Twitter interaksi sama warga jadi lebih mudah. Meski orang desa, kita tidak boleh ketinggalan zaman. Jangah heran kalau di Twitter saya banyak membahas sawah, kambing, sapi dan padi,” kata pria yang sudah tujuh tahun menjabat Bupati Purwakarta ini. Dalam kesempatan ini, Dedi bercerita bahwa dia kerap mengenakan pakaian khas Sunda saat menjalankan tugasnya. Hal ini dilakukan Dedi sebagai rasa bangga dan ingin menjaga nilai-nilai budaya Sunda. “Awalnya saya sering ditegur saat menghadap pejabat dengan mengenakan ini, tapi lama-lama mereka sudah bisa menerima saya. Ya, ini lah saya,” tukasnya. Pria yang lahir di Kampung Sukadaya Subang 43 tahun silam ini memiliki alasan kuat dengan busana yang dikenakannya. Dedi ingin jiwa dan budaya tanah leluhurnya tak hilang dimakan zaman. “Dengan pakaian seperti ini otomatis gaya hidup saya menjadi nyunda. Tidak mungkin saya mengenakan pakaian ini masuk mall dan atau di kafe, secara otomati gaya makan saya tetap Sunda,” tegas kader Partai Golkar ini. Keberanian Dedi yang berpakaian ala sunda di era globalisasi bukan berarti tanpa hambatan. Dedi kerap dituding pengikut kepercayaan Sunda Wiwitan yang dinilai kontroversi. Namun, Dedi tak hirau dengan penilaian negatif itu. Untuk persoalan kepercayaan, Dedi tetap menjadi seorang muslim yang taat. Hanya saja, dirinya ingin menjaga dan melestarikan nilai-nilai khas Sunda. “Alhamdulillah pakaian ini juga dikenakan para PNS. Bahkan saya senang sekali pakaian pangsi menjadi seragam wajib satu hari bagi siswa anak sekolah di Bandung,” tutur pria yang sebelumnya pernah menjabat Wakil Bupati Purwakarta ini. Dedi pun bercerita banyak perjalanannya selama menjabat sebagai Bupati. Purwakarta hanyalah daerah kecil di Jawa Barat. Namun di kepemimpinan Dedi, kabupaten yang memiliki 17 kecamatan ini tumbuh menjadi wilayah yang aman, nyaman, damai dan sejahtera. Purwakarta boleh dibilang jarang disorot publik karena persoalan yang tak diinginkan. “Alhamdulillah kesehatan warga kita sudah terjamin, pendidikan warga kita terjamin, angka kemiskinan di sini dapat dikendalikan. Silakan saja anda berkeliling Purwakarta dan berbincang dengan masyarakat, bagaimana kondisi Purwakarta saat ini?” pungkas ayah dari dua anak ini.

Mengurut Sejarah Purwakarta

Tempat yang mulai ramai, begitu arti nama Purwakarta.Kabupaten Purwakarta (purwa = permulaan, karta= ramai/hidup) berada di Jawa Barat. Posisinya spesial berada di antara ibu kota negara (Jakarta) dan ibu kota provinsi (Bandung). Hingga pada akhirnya, Purwakarta menjadi wilayah dengan banyak peninggalan bersejarah. Sebuah cerita klasik menyeret indahnya sisa tata kota yang tak lepas dari kolonialisme Belanda dan cerita zaman kependudukan Jepang. Purwakarta lumbung beras dan teh. Pernah dijadikan basis logistik Kerajaan Mataram saat penyerangan VOC ke Batavia pada abad ke-18. Belum habis kekayaannya, buminya kembali dikeruk guna menopang kekuatan dagang Hindia Belanda. Setidaknya, gambaran itu bisa saya ceritakan sesaat melewati jantung kota, melintasi sisa peninggalan stasiun kereta Purwakarta yang dibangun penghujung abad ke-19. Perjalanan saya mulai di sebuah bangunan tua berpendopo di muka bangunannya, bangunan yang disebut-sebut simbol utama Purwakarta. Masyarakat mengenalnya dengan nama Gedung Negara. Saat ini digunakan sebagai kantor bupati. Posisi gedung berhadapan langsung dengan alun-alun yang ditaksir para sejarawan dibangun di masa bersamaan. Arsitektur perpaduan antara nilai Jawa tradisional dan sentuhan Eropa membuat decak kagum sulit dihindarkan. Gedung Negara, termasuk pendopo di bagian depannya, dibangun pada 1831. Sejarahnya, Purwakarta mula-mula merupakan bagian dari Kabupaten Karawang sejak era VOC pada 1630. Purwakarta dijadikan sebagai pusat ibu kota Kabupaten Karawang baru pada 1831 berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada 20 Juli. Sebelumnya, pusat pemerintahan berada di sebuah desa bernama Wanayasa, 24 kilometer arah tenggara di kaki Gunung Burangrang. Purwakarta menjadi kabupaten tersendiri terhitung sejak 1968. Buku Sejarah Purwakarta(2008) yang di susun tim penelusuran sejarah Badan Pariwisata Kabupaten Purwakarta, tertulis da lam surat Kabar Hindia Belanda, Javasche Courant, Agustus 1831: "Door den Gou verneur Generaal in Radem is bepaald dat dehoofdplaats de Assistent-residentie Krawang, voortan den naam Poerwakarta"(Gubernur Jenderal telah menetapkan, bahwa ibu kota afdeling/Kabupaten Krawang bernama menjadi Purwakarta). Masa itu nama Purwakarta belum populer seperti sekarang. Masyarakat mengenal daerah ini dengan nama Sindangkasih, sebuah perkampungan yang saat ini pun masih ada tak jauh dari pusat kota. Dalam sejarah tutur, nama Sindangkasih diambil dari peristiwa pencarian lokasi pemerintahan baru oleh bupati Karawang saat itu, RA Suriawinata, pada 1830. Konon, di tempat inilah, di Sindangkasih, bupati mendapat perlakuan hangat dari pemukim yang telah ada sebelumnya. Dalam bahasa Sunda, sindangberarti mampir, dan kasihyang berarti asih, cinta, dan sayang. Bertamu ke Gedung Negara Entah dipesona atau semacamnya, ada kekuatan besar yang membuat saya ingin jauh memasuki Gedung Negara. Suasana mistis bercampur keagungan mewarnai kantor bupati Karawang sejak abad ke-19 itu. Di halaman gedung, terdapat kereta kencana berbalut kelambu putih transparan. Konon, kereta itu peninggalan bupati pertama. Tak jauh dari kereta kencana, dipasang beberapa foto koleksi gedung negara dari masa ke masa. Bangunan berpilar menandakan sentuhan Eropa. Terasa begitu sangat sakral. Terlebih saat kedatangan saya disambut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Sore ini, saya bukan satu-satunya tamu yang diterimanya. Kata Bupati, saban hari bisa 30 tamu yang diterimanya. Kebetulan, sore itu sa ya ta munya yang terakhir sebelum ia beristirahat. "Sakralitas merupakan kunci menjaga sebuah bangunan tua," ujarnya. Dedi mengibaratkan bangunan Gedung Negara layaknya benda hidup yang masih memiliki kekuatan atau energi para pendahulunya. Layaknya tempat suci, tamunya diwajibkan melepas alas kaki. Bahkan, kalau saja saya lebih dulu menghubunginya sebelum da tang, siapa pun dia, dari manapun mereka, wa jib mengenakan iketkepala. Iketmasih menjadi kekhasan masyarakat adat di tatar sunda. "Sebuah daerah tak akan memiliki kewibawaan jika tak peduli bangunan bersejarahnya," ujarnya menambahkan. Di Pur wakarta, banyak bangunan bersejarah yang dialihfungsikan sebagai kantor pemerintahan ataupun yang secara aset dikelola langsung pemerintah daerah. Menurut dia, kebijakan ini lantaran musuh nyata adalah konsumerisme yang tidak terkontrol. "Bangunan bersejarah harus menjadi kontemplasi masa lalu dan masa kini," ujarnya.